Wednesday 11 April 2007

ANTARA RUPIAH DAN BAKTERI

Pekerjaan merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi manusia dalam mengarungi ganasnya kehidupan dunia. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengais rupiah mulai dari melakukan berbagi pekerjaan serabutan, berhutang, bahkan tak jarang diantara mereka yang menghalalkan segala macam cara termasuk melakukan berbagai pekerjaan kotor yang diharamkan baik oleh agama maupun negara.
Ditengah-tengah keberagaman pekerjaan tersebut, jarang diantara kita yang melirik keberadaan para tukang sapu (petugas kebersihan kota) atau yang sering disebut dengan julukan “pasukan kuning”. Keberadaan para “pasukan kuning” tersebut memang jarang terekspos karena waktu pekerjaan yang mungkin tidak lumrah untuk ukuran manusia normal, yaitu sekitar pukul 2 dinihari ketika kita masih terlelap tidur hingga sekitar pukul 7 pagi ketika kita sudah beraktifitas, sehingga sering kita melihat jalanan yang kotor dan kumuh dimalam hari namun tiba-tiba menjadi bersih pada pagi harinya.
Dengan kondisi seperti itu tak jarang diantara kita yang (mungkin) masih belum mengetahui berbagai macam suka duka yang dialami oleh para anggota “pasukan kuning” berkaitan dengan pekerjaan mereka. Dalam melakukan pekerjaan tersebut memang mereka terpaksa mengorbankan banyak kepentingan pribadi seperti waktu istirahat, keluarga bahkan kesehatan dan keselamatan mereka demi memperoleh rupiah yang jumlahnya tidak seberapa.
Ditengah kondisi yang kurang diakui oleh sebagian masyarakat, keberadaan para “pasukan kuning” ini memang sangat diperlukan terutama ketika musim adipura tiba. Ketika musim adipura terjadi pengerahan anggota untuk melakukan kegiatan pembersihan terutama pada titik-titik yang diperkirakan akan dijadikan lokasi penilaian.
Untuk mengejar target memperoleh adipura, tak jarang mereka terpaksa melakukan kerja lembur dari dini hari hingga sore harinya, mulai dari sekedar melakukan survey hingga memunguti sampah-sampah yang berserakan dijalan. Memang dalam melakukan kegiatan tersebut mereka jarang atau bahkan hampir tidak pernah menikmati gelimpangan rupiah sebagai bonus apabila adipura berhasil diraih, namun pada dasarnya mereka melakukan pekerjaan ini sebagai rasa tanggung jawab atas pekerjaan mereka maupun kewajiban mereka sebagai sumber nafkah keluarga.
Meskipun memiliki fungsi yang penting dalam struktur kehidupan di lingkungan perkotaan, akan tetapi banyak kalangan masyarakat yang memiliki anggapan miring mengenai pekerjaan sebagai tukang sapu jalan ini. Anggapan miring masyarakat ini pada dasarnya didasari oleh kondisi yang berkembang di lapangan yaitu seringnya para petugas berinteraksi atau melakukan kontak langsung dengan sampah.
Kondisi diatas secara tidak langsung memunculkan anggapan bahwa kehidupan para petugas kebersihan kota ini tidak jauh dari kesan kumuh, meskipun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Dapat dikatakan bahwa menjadi seorang petugas kebersihan kota bisa memiliki dua wajah kehidupan yang kedua-duanya sangat bertolak belakang, yaitu kehidupan yang kumuh dan kotor ketika bekerja disatu sisi serta kehidupan yang bersih dan bersahaja disisi lain.
Disisi lain, dengan menjadi seorang petugas kebersihan kota kita bisa menemukan sisi lain dari berbagai keunikan dunia malam terutama di Kota Yogyakarta. Kehidupan dunia malam yang identik dengan gaya glamour, minuman keras dan prostitusi akan menampakkan wajah uniknya ketika waktu beranjak pagi.
Berbagai kenikmatan duniawi yang tersaji lengkap pada saat itu merupakan hiburan tersendiri bagi para petugas kebersihan, terutama dalam menghadapi hari-hari yang membosankan ditengah kepungan udara dingin dan bau busuk sampah yang menusuk hidung. Meskipun merupakan hiburan yang cukup nyaman bagi mereka namun kegiatan tersebut juga bukan tanpa resiko mengingat kehidupan dunia malam yang keras, tak jarang diantara mereka harus berurusan dengan preman setempat karena kesalah pahaman.
Hal lain yang memunculkan keunikan ditengah-tengah kehidupan para petugas kebersihan ini adalah tingginya rasa kekeluargaan diantara mereka, tidak hanya diantara sesama para petugas kebersihan saja akan tetapi juga diantara para petugas dengan pedagang kaki lima, komunitas punkers jalanan hingga para polisi lalu lintas.
Rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini biasanya muncul secara spontan, dan terjalin karena adanya kebiasaan untuk saling menyapa diantara mereka yang kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dan interaksi seperti sekedar ngobrol, maupun bertukar cerita dan pengalaman. Rasa kekeluargaan yang tercipta ini setidaknya telah memberikan rasa aman dibenak para petugas kebersihan ini serta dapat sejenak memberikan ketenangan batin karena jauh dari sanak keluarga serta sebagai pengganti kehidupan sosial yang hilang.
Rasa kekeluargaan yang terjalin ini tampak semakin kental manakala beberapa tahun yang lalu ketika salah satu diantara rekan mereka meninggal dunia karena kecelakaan saat bertugas, seluruh aktivitas kegiatan kebersihan terutama pada jam siang berhenti sementara karena para petugas yang bertanggung jawab serentak melayat untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum.
Jika kita melihat dan membandingkan antara penghasilan yang mereka peroleh dari membersihkan jalan setiap hari dengan resiko yang mereka alami saat menjalankan tugas sungguh amat miris mengetahui kenyataan bahwa penghasilan mereka ternyata sangat jauh dari cukup dan sangat tidak sebanding dengan resiko yang mereka hadapi, namun apa yang mereka lakukan semata-mata hanyalah sebagai usaha untuk menjaga agar dapur tetap mengepul sekalipun itu harus dihargai dengan resiko yang setiap saat mengintai dibalik pekerjaan mereka.
Sangat tidak bijak apabila kita melihat kelakuan para anggota dewan yang masih saja meributkan tentang masalah kenaikan gaji serta pengadaan laptop tanpa melihat realita kehidupan masyarakat kecil yang masih saja meski bergelimpangan dengan penyakit dan maut hanya demi meraup secuil rupiah dan tentu saja sangat jauh jika dibandingkan dengan gaji standar seorang anggota dewan.
Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh membandingkan dengan anggota dewan jika kita ingin sedikit menghargai perjuangan dan dedikasi para petugas kebersihan kota dalam menjaga dan merawat kebersihan kota ini, hal itu tentu saja dengan melihat pada diri kita sendiri sudahkah kita ikut menjaga kebersihan dan ketertiban kota ini?
Jika kita mau untuk melihat dengan kenyataan dan kesadaran hati, tentu dengan sangat bijak kita akan berkata belum, hal ini tentu sangat wajar bahwa banyak diantara kita yang masih membuang sampah seenaknya di jalanan tanpa memperhatikan dan peduli bahwa ada orang lain yang nantinya cukup direpotkan dengan ulah kita tersebut, atau mungkin ada diantara kita yang baik sadar maupun tidak, pernah menghardik seseorang atau mungkin beberapa orang petugas kebersihan yang kita anggap nggriseni atau mengganggu pemandangan kita, cobalah untuk lebih menghargai pekerjaan dan dedikasi mereka karena siapa tahu justru merekalah yang mungkin membersihkan segala sampah yang kita hasilkan.

No comments: